A. Pengertian Keluarga
Keluarga secara sosiologis adalah terdiri dari suami-istri dan anak-anak yang belum dewasa. keluarga adalah kelompok sosial terkecil dalam masyarakat, tempat dimulainya bimbingan terhadap individu, seorang individu tumbuh sejak lahir di dalam lingkungan kelompok kecil ini, sehingga karakternya terbentuk sesuai dengan karakter keluarganya. Keluarga merupakan salah satu hubungan yang terjalin antara dua pihak yang dapat membentuk sebuah keluarga dalam kehidupan, yaitu pihak suami dan istri. Dalam hal ini keluarga juga disebut sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun setelah terjun ke masyarakat.
B. Poligami
Poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki kepada lebih dari satu wanita merupakan pemahaman umum tentang poligami, dengan arti bahwa laki-laki dalam berumah tangga harus membagi cinta dan kasih sayangnya kepada beberapa istri yang dimiliki. Dalam pandangan Islam, poligami boleh dilakukan jika memenuhi syarat yang sudah jelas dalam al-Qur’an yaitu, mampu berlaku adil. Adil yang dimaksud disini meliputi beberapa bagian, yaitu: adil dalam pembagian waktu, adil dalam nafkah, adil dalam tempat tinggal dan adil dalam biaya anak. Penafsiran Surat An Nisa’ Ayat 3 menjelaskan bahwa Al-Qur’an memang membolehkan poligami jika suami mampu mewujudkan keadilan di antara para istri, yaitu keadilan material. Namun, keadilan material di antara istri merupakan syarat yang sangat sulit dilakukan karena lahirnya tindakan manusia tidak terlepas dari kondisi hati/perasaannya. Padahal, pada saat yang bersamaan, hati/perasaannya memiliki kecenderungan untuk tidak adil.
Dasar Hukum Poligami sebagai berikut :
a. Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur secara jelas bahwa:
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
b. Khusus bagi yang beragama Islam, dasar hukum poligami diatur pula dalam Pasal 56 ayat (1) KHI:
“Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.”
Syarat Pengajuan di Pengadilan Agama
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila :
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Tata Pengajuan di Pengadilan :
Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama di daerah tempat tinggalnya Pemohon dengan syarat sebagai berikut :
a. Surat Permohonan rangkap 7 disertai CD
b. Fotokopi KTP Pemohon (bermaterai dan telah dinazegelen/ cap pos)
c. Fotokopi KTP Termohon (bermaterai dan telah dinazegelen/ cap pos)
d. Fotokopi KTP Calon Istri (bermaterai dan telah dinazegelen/ cap pos)
e. Fotokopi buku kutipan akta nikah/ duplikat Pemohon (bermaterai dan telah dinazegelen/ cap pos)
f. Surat Pernyataan berlaku adil (bermaterai)
g. Surat Pernyataan bersedia dimadu dari istri pertama (bermateri)
h. Surat Keterngan penghasilan Pemohon Poligami, diketahui atasan/ kepala desa setempat
i. Daftar harta bersama Pemohon dengan istri terdahulu, yang diketahui kepala desa setempat
j. Surat izin menikah lagi dari atasan (bagi Pemohon PNS/ dan yang disamakan)
k. Surat pengantar dari kepala desa Pemohon
Penulis : Adhe Agasi, SH.